pexels-andrea-piacquadio-3772612
Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

Disiplin dan Keuangan

The pain of regret is always greater than the pain of discipline.

– Rick Warren

Satu-satunya jalan pasti menuju kekayaan

Apa yang akan Anda pikirkan apabila saya mengatakan bahwa jalan satu-satunya yang pasti bisa membuat Anda jadi kaya hanyalah dengan menjadi orang yang disiplin?

You might think that I’m some lame teacher, or about to start lecturing you about the importance of routinely putting your coins inside a piggy bank.

BIasanya, kebanyakan orang berpikir bahwa resep untuk menjadi kaya adalah hal-hal seperti: integritas, kerja keras, keberuntungan, nasib, networking, dan lain sebagainya. Diri saya yang dahulu pun tidak akan pernah memikirkan bahwa sifat yang paling penting untuk menjadi kaya adalah disiplin.

Until I really put my head down and learned about finance.

Kenyang diajarkan mengenai disiplin

Semua orang pasti sudah diajarkan sejak dahulu bahwa disiplin adalah fitur yang sangat baik untuk dimiliki seseorang. Saya pun bisa dibilang sudah “kenyang” diajarkan mengenai disiplin oleh ayah saya.

Beberapa contoh pengalaman saya mengenai kedisiplinan:

  • Saya tidak pernah sekalipun izin resmi untuk tidak masuk sekolah (selain sakit) dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA), sementara teman-teman saya banyak sekali yang orangtuanya bisa dengan mudah mengizinkan anaknya tidak masuk sekolah 1-2 hari lagi untuk “menambah” hari libur ke luar negeri.
  • Saya bukan anak yang pintar menghafal, sehingga ayah saya selalu menginstruksikan kepada saya untuk membaca bahan yang akan diujiankan sebanyak 7x sebelum hari ujian (tapi biasanya saya hanya sanggup membacanya 3x).
  • Saya harus melewati 3x ujian praktik menyetir untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM) A, dimana hampir semua teman yang saya kenal tidak ada yang tidak menembak untuk mendapatkan SIM tersebut.
  • …dll.

Tetapi apakah semua ini membantu saya di dalam pengaturan keuangan? Ternyata tidak sama sekali.

Disiplin dan disiplin keuangan adalah makhluk yang berbeda

Bahkan dengan pengajaran kedisiplinan dari orangtua yang (menurut saya) cukup di atas rata-rata, itu sama sekali tidak membantu saya untuk bisa disiplin dalam mengatur keuangan.

Pengaturan keuangan saya sebelum saya benar-benar duduk dan mempelajarinya benar-benar tidak bisa dibanggakan, karena tidak terhitung sekarang berapa uang yang sebenarnya dapat saya simpan tetapi sudah habis dan mayoritas hanya untuk pengeluaran-pengeluaran konsumtif.

Sebagai catatan, pekerjaan sebagai dokter spesialis merupakan pekerjaan resmi saya yang keempat, dan pendapatan saya dari ketiga pekerjaan sebelumnya sudah sirna entah ke mana.

Saya sudah melewati 33 tahun masa hidup dan 3 pekerjaan sebelum akhirnya menyadari bahwa posisi kekayaan saya masih ada di nilai 0.

Dari pengalaman ini, kesimpulan yang dapat saya ambil adalah:

Apparently, self-discipline (in general) and discipline when it comes to money management differ significantly.

Berikut ini adalah beberapa hal yang membantu saya dalam membentuk kedisiplinan dalam hal merencanakan keuangan dan konsisten menjalankannya sesuai dengan rencana yang sudah dibuat di awal.

Betul-betul mempelajarinya seperti belajar kedokteran dari awal

Miskonsepsi terbesar di dalam otak seorang dokter adalah menganggap bahwa kepintaran dalam dunia kedokteran bisa ditransfer menjadi kepintaran juga dalam bidang lain, terutama keuangan.

“Heck, I can cut some guy’s stomach open and stitch it all up again. Finance should be a walk in the park.”

Saya pun berharap kasusnya demikian, tetapi sayangnya kenyataan berbicara sebaliknya:

Doctors are one of the dumbest peer group when it comes to money management.

Kita betul-betul harus mengambil waktu untuk mempelajarinya, dan yang saya maksud bukanlah belajar dengan cara mem-follow Instagram para financial content creators atau hanya menonton video-video Youtube, tetapi betul-betul meluangkan waktu untuk membaca buku-buku finance, mendalami istilah-istilahnya, berdiskusi dalam forum, dan lain sebagainya. Barulah kita betul-betul bisa memahami instrumen apa yang sebenarnya kita beli serta risiko apa yang terikut serta di dalamnya.

Mengapa saya menekankan mengenai risiko dan bukan return seperti yang biasanya banyak orang pedulikan?

Karena hanya setelah memahami risiko dan bagaimana mengontrolnyalah seseorang baru bisa disiplin dalam perencanaan keuangan: rutin mengesampingkan sebagian uang dari gajinya setiap bulan untuk masuk ke portofolio alokasi aset tetap untuk 10-20 tahun ke depan. Hanya mereka yang sudah belajar dan memahami bagaimana compound interest bekerja yang dapat mengerti logika di balik cara berinvestasi yang pasif tetapi pasti ini.

Ini jelas membutuhkan kedisiplinan.

Disiplin yang datang dari pengetahuan yang mendasar tentang pengaturan keuangan secara menyeluruh.

Some of you are just too afraid to do this routinely (because you don’t understand the risk), so you just put some “leftover” money in some instruments that some people say are good, and see wherever it goes from there. And then call yourselves as “investors.”

Itu bukanlah perencanaan keuangan (ataupun investasi), tetapi hanya layaknya seorang anak kecil yang mengubur koin logam dan berharap akan tumbuh pohon uang.

Financial success is not reached by getting higher returns, but by managing risks.

Membuat budget secara rutin

Menurut saya hal yang tidak bisa dipisahkan dari kesuksesan dalam perencanaan keuangan adalah penganggaran/budgeting.

I know for fact that some (if not most) of you are reading this just for the fun of it and still haven’t made that Excel budget spreadsheet yet.

Dan menurut saya analogi pentingnya budgeting ini seperti skripsi yang kita susun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran (S.Ked): semua orang malas melakukannya, tetapi kalau tidak diselesaikan, kita tidak akan bisa mencapai tahap menjadi dokter umum atau bahkan dokter spesialis. Dilihat secara retrospektif hal ini merupakan pencapaian/milestone yang sangat berharga, tetapi saat menjalaninya dan melihatnya secara prospektif, rasanya seperti duri dalam daging.

Dimulai dengan pencatatan pengeluaran agar kita dapat benar-benar mengetahui berapa biaya untuk kebutuhan hidup kita (yang mendasar di samping keinginan dan tabungan), menurut saya sebelum kita bisa mendisiplinkan diri dan menjadikan itu sebagai sebuah kebiasaan, kita harus terlebih dahulu bisa melakukannya selama 3 bulan berturut-turut.

Entah mengapa saya merasa bahwa waktu 3 bulan ini adalah threshold-nya. Jika Anda bisa disiplin melakukannya dalam 3 bulan berturut-turut, maka ke depannya Anda akan menjadi terbiasa untuk melakukannya secara rutin.

Jangan heran jika di awal-awal Anda tersendat dan seringkali mengubah angka-angka persentase budget ataupun pusing sendiri dengan angka yang Anda tuliskan di bulan lalu, everyone who really cares about their money went through this period. Anda tidak bisa mengharapkan seorang mahasiswa kedokteran langsung bisa melakukan pemeriksaan fisik di pertemuan-pertemuan awal keterampilan klinik dasar, begitupun halnya dengan budgeting.

It requires practice, practice and practice.”

Otomatisasi

Saking orang-orang sangat bermasalah dengan disiplin menyisihkan sebagian uang segera setelah gajian (pay yourself first), maka bank ataupun aplikasi-aplikasi penghubung/penjual instrumen investasi pun menyadari hal ini dan mencoba menyediakan fitur otomatisasi agar setiap bulan rutin dilakukan pembelian instrumen investasi (auto debit) yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pekerja di luar negeri bisa meminta kepada pemberi kerjanya untuk melakukan transfer sebagian uang (yang sudah dialokasikan untuk “tabungan” investasi per bulan) terpisah ke akun lain yang sudah dikhususkan untuk membeli instrumen investasi. Dengan demikian maka uang ini “tidak akan pernah dilihat” oleh sang pekerja sehingga tidak keburu digunakan untuk hal-hal yang lain.

Isn’t it funny how humans cannot even trust themselves when it comes to money?

(Saya belum mengetahui apakah model transfer terpisah setiap bulan ini lazim bisa diminta kepada pemberi kerja di Indonesia atau tidak)

Anyway, saya tidak memiliki masalah dengan gaya auto debit ini, tetapi saya pribadi lebih bahagia dengan melakukan budgeting secara manual segera setelah gajian. Karena dengan demikian maka perlahan-lahan kita betul-betul dapat melatih kedisiplinan kita dalam rutinitas paying ourselves first tadi, dan bahkan melatih mental kita untuk bisa menghadapi sejumlah besar uang dan kemudian “membedahnya” sehingga kita tahu sebenarnya berapa uang yang sebenarnya bisa kita simpan dan berapa yang bisa kita keluarkan untuk pengeluaran konsumtif.

Setelah beberapa saat, toh hal ini akan menjadi otomatisasi juga.

Saya sudah melihat beberapa followers Instagram dan Twitter saya mengemukakan bahwa mereka betul-betul melihat budgeting setelah gajian sebagai suatu hal yang menyenangkan dan dinantikan, serta merasa puas karena sudah “membedah” sejumlah uang yang didapatkan dengan keringat dan tangis.

Discipline will bring you complete control over money, which will bring you (and your family) more happiness than you could ever imagine.”

Now ain’t that a beaut?


Apakah Anda sudah merasa cukup disiplin dalam hal keuangan?
Apa tantangan terbesar Anda dalam mencoba mencapai kedisiplinan itu?
Tinggalkan komentar di kolom di bawah.

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

 

www.domainesia.com

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!