vadim-bogulov-In9Tha9_Hu4-unsplash
Picture of Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

7 Pelajaran Mengenai Uang dari Squid Game

Sehubungan dengan booming-nya film serial Squid Game di Netflix, pada artikel kali ini saya akan menjabarkan 7 pelajaran mengenai uang yang bisa kita dapatkan dari menonton film yang cukup gory (berdarah-darah) ini, agar yang Anda dapatkan tidak hanya unsur kekerasannya, tetapi juga makna-makna yang perlu dicamkan dalam hidup ini.

Needless to say, sudah pasti akan ada major spoilers dalam artikel ini, sehingga sangat disarankan untuk menonton film serinya terlebih dahulu.

I hate gory movies, but because one of my readers strongly suggested me to watch it to extract the financial values out of it, so here goes:

1. Most people deliberately put themselves in debt

Langsung dari episode pertama, kita diperkenalkan dengan cerita hidup dari tokoh utama, Seong Gi-Hun, seorang lelaki dewasa pengangguran yang memiliki keluarga yang sudah hancur (cerai dari istri dan hidup terpisah dengan anaknya), masih tinggal bersama ibunya dan sebagai pelengkap penderitaan: terjebak di dalam utang (debt trap).

Utang inipun bukan karena kewajiban cicilan rumah ataupun keperluan penting lainnya, tapi utang ini hanya digunakan untuk berjudi di dalam pacuan kuda. Bahkan, dia rela mengambil uang dari rekening tabungan ibunya (pencari nafkah utama) hanya untuk mencari uang lagi dari judi pacuan kuda.

Sehingga fakta ini membuat saya berpikir bahwa:

Kebanyakan orang memulai hidupnya bebas dari utang, dan DENGAN SENGAJA mencemplungkan dirinya ke dalam jebakan utang.

Pengecualiannya adalah mereka yang “diwariskan” kewajiban utang dari orangtua/anggota keluarga yang meninggal, dimana mereka tidak punya andil apa-apa di dalam perjanjian utang tersebut, tetapi harus menanggung konsekuensinya.

It’s a scary fact, isn’t it? And it tells you how greedy humans actually are.

People deliberately put themselves into debt.

2. Debt trap is never about the money, it’s about mentality

Dari uang yang diambilnya dari rekening tabungan ibunya, sebenarnya Seong Gi-Hun sudah mendapat keberuntungan yang luar biasa dan menang di dalam sebuah taruhannya di dalam pacuan kuda.

Namun apa yang dilakukannya? Alih-alih langsung menghubungi para penagih utang dan beritikad baik untuk melunasi utangnya, beliau malah membelanjakannya untuk makan-makan, memberi tip dalam jumlah besar ke petugas loket bookie, dan malah lari dari penagih utang pada saat mereka menghampirinya.

So we can draw a conclusion: ini bukanlah masalah uang, tetapi mengenai masalah mental seseorang.

Tentunya seringkali kita mau berpikir positif dan menganggap bahwa terkadang orang-orang terjebak dalam utang karena harus membiayai cicilan rumah, membayar uang anak kuliah, ada anggota keluarga yang mendadak sakit dan perlu dioperasi, dan lain sebagainya.

But in reality, that’s not the case at all.

Mayoritas orang sengaja menceburkan dirinya ke dalam jebakan utang hanya untuk membeli kebutuhan-kebutuhan tersier, atau di zaman sekarang lebih parahnya, hanya untuk terlihat hidup mevvah di Instagram.

Terjebak dalam utang bukanlah soal kebutuhan akan uang, tetapi mengenai rusaknya mental seseorang.

3. Our common sense goes right out the window in the presence of money

Setelah permainan pertama (Red Light, Green Light) yang membuat film seri ini viral di internet, dimana banyak peserta dari Squid Game ini sudah terbunuh, digambarkan oleh sutradara film bahwa seluruh peserta panik dan ingin mundur dari permainan sadis tersebut.

Sampai teman lama kita si uang dipertontonkan kepada mereka.

Pada saat para peserta dipertontonkan potensi jumlah uang yang dapat mereka bawa pulang jika memenangkan permainan tersebut (digantung dalam celengan babi transparan di langit-langit), maka langsung dapat kita lihat dari ekspresi wajah mereka, bahwa akal sehat mereka sudah kabur entah ke mana.

They did not care one bit that hundreds of people just died in front of their very eyes.

Pada saat mata manusia melihat sejumlah uang yang besar, percayalah, akal sehatnya sedang tidak ada di ruangan.

Padahal yang perlu dilakukan hanyalah menoleh dan tidak memandang uang tersebut. Just look away. But we can’t.

Ada alasannya uang disebut sebagai “mamon” di Alkitab, layaknya seorang dewa yang mendikte manusia agar terus-menerus menyembahnya. We just can’t seem to look away.

(The Worship of Mammon by Evelyn De Morgan)

Ye cannot serve God and mammon.

4. Everyone wants to get rich quick, but only a selected few does

Hari-hari belakangan ini, segala sesuatu yang trending dan mudah memancing perhatian orang lain (clickbait) biasanya berkaitan dengan skema get-rich-quick atau cuan cepat:

  • Buka rekening dana nasabah di broker tertentu untuk beli saham dan melakukan trading
  • Robo-trading di valuta asing (forex) maupun cryptocurrency
  • Money game di multi-level marketing dengan skema member-get-member (semakin banyak merekrut semakin cepat kaya)
  • …dll

Melalui Squid Game, kita diajak untuk membelalakkan mata kita dan menyadari bahwa:

There’s no such thing as getting rich quick without taking an enormous risk!

Dari 456 peserta yang sama-sama menginginkan uang hadiah dari Squid Game tersebut, hanya 1 orang yang akhirnya mendapatkannya! And don’t forget, at the cost of killing everybody else.

Jadi sekarang Anda dapat memahami bahwa segala sesuatu yang menjanjikan kekayaan secara cepat SUDAH PASTI memiliki risiko yang sangat besar juga. Dan yang seringkali dilupakan orang adalah persentase orang yang berhasil menjadi kaya melalui cara-cara yang instan sangatlah sedikit! Untuk sederhananya lihat saja di rumah judi/casino jika Anda mendapat kesempatan untuk berkunjung: berapa banyak orang yang wajahnya bahagia dibanding dengan orang yang wajahnya murung?

The evidence is pretty clear, laid out before our eyes, but sometimes we just don’t want to see it. Why? Because of reason number 3 above. (Pretty neat, huh?)

5. When it comes to money matters, most people will think of themselves

Karena konsep mengutamakan kepentingan bersama itu seringkali hanyalah merupakan konsep klasik yang kita pelajari di mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dulu.

Namun kalau melibatkan uang, tidak semudah itu, Ferguso. Di dalam film ini digambarkan bahwa setiap orang rela melakukan apapun (bahkan membunuh teman baiknya) demi uang.

Dapat kita pelajari bahwa jika kita bicara mengenai uang dan, bersamaan dengan itu, penyedia jasa keuangan, maka kita harus camkan dengan erat di pikiran kita, bahwa kebanyakan orang akan mengutamakan perutnya sendiri 100 kali sebelum memikirkan mengenai perut orang lain:

  • Perusahaan sekuritas
  • Broker
  • Agen asuransi
  • Marketing bank
  • Marketing real estate
  • Influencer media sosial
  • Agen multi-level marketing
  • …dsb, you name it!

Tidak ada satupun yang akan menempatkan kepentingan Anda di atas kepentingan mereka (baca: komisi).

Well, even CEOs are short-termists who care only about their commission while they hold the title. To hell with long-term value of the company.

Sehingga, di dalam pengaturan keuangan pribadi pun kita harus mengedepankan hal ini: kitalah yang seharusnya paling peduli dengan nasib uang hasil kerja keras kita, karena orang lain di luar sana siap “memanen” uang hasil keringat, darah dan tangis kita jika kita lengah. Kita harus lebih rela meluangkan waktu untuk mempelajari mengenai keuangan dan meningkatkan literasi finansial kita (terutama para dokter), agar kita tidak serta-merta menjadi sasaran empuk bagi para penyedia jasa keuangan.

6. Reality will be unbearable if you don’t manage your money well

Salah satu bagian dari film ini yang sangat menohok hati adalah kenyataan bahwa mereka sudah pernah mendapat kesempatan untuk lolos dari permainan bunuh-membunuh tersebut. Mereka sudah mendapat kesempatan untuk kembali ke kehidupan mereka sebelumnya.

Namun, karena masalah keuangan (utang, kemiskinan, jebakan karir) yang membuat kenyataan hidup mereka sama sekali tidak bisa dinikmati, mereka dengan rela mendaftarkan diri kembali ke permainan sadis tersebut.

Ironic, isn’t it?

Money should be our slave. Money’s just a tool.

So how come money can often steal all happiness from one’s life?

Jawabannya sederhana: karena kita sendiri yang memutuskan untuk tidak mengaturnya dengan baik.

Jika Anda tidak pernah memutuskan untuk mengatur uang dengan baik, kemungkinan besar hidup Anda sudah diatur oleh uang.

7. If you don’t have health insurance, one day it will bite you

Salah satu alasan pemeran utama di film serial ini memutuskan untuk ikut ke dalam Squid Game adalah karena ibunya yang memiliki kaki diabetes (I assume) dan memerlukan tindakan operasi, tetapi sayangnya yang bersangkutan tidak memiliki asuransi kesehatan (bahkan asuransi kesehatan nasional). I mean, come on, di Indonesia kasus seperti demikian dapat dengan mudah ditangani di fasilitas kesehatan setempat dengan menggunakan BPJS Kesehatan, tanpa peserta harus mengeluarkan uang sepeser pun.

Faktanya, 62% dari seluruh laporan kebangkrutan berkaitan dengan kebutuhan medis. Sementara, hanya 1 dari 3 penduduk di Indonesia yang menyatakan memiliki asuransi kesehatan. Coverage dari BPJS Kesehatan sebenarnya sudah memberikan angin segar ke data ini, dimana dilaporkan tinggal 17% warga Indonesia yang belum tercakup di dalam perlindungan BPJS Kesehatan. Namun, tetap saja sejawat dokter pasti sering mendapatkan kasus di gawat darurat dimana masih saja ada warga yang tidak memiliki perlindungan BPJS Kesehatan ini.

Sehingga, dengan melihat data-data di atas, adalah kurang bijak jika seseorang memutuskan untuk terus menutup sebelah mata akan kebutuhan perlindungan asuransi kesehatan di dalam hidupnya.

Jika seseorang tidak memiliki dana darurat ataupun asuransi kesehatan, maka biasanya orang tersebut akan memilih untuk berutang, dan seringkali ke pihak-pihak pemberi pinjaman yang kurang bertanggung-jawab. Keputusan ini kemudian akan menjatuhkan orang tersebut ke dalam jerat utang (compounding debt) yang tidak selesai-selesai, sehingga orang tersebut akan terus mencoba mencari uang melalui skema-skema get-rich-quick atau bahkan tindakan yang bersifat kriminal.

Ketidakpedulian seseorang akan kebutuhan proteksi kesehatan dapat menghancurkan kehidupan keuangannya di kemudian hari.

Those are all, docs.

Despite the bloody scenes in this series, I found the psychological and financial issues brought up by the director quite amusing.

Hope you all can learn one thing or two from this series.

Keep managing your money well, and keep loving those around you, docs!


Apakah Anda juga mendapatkan banyak nilai-nilai hidup dari menonton Squid Game?
Apa saja sifat-sifat buruk manusia yang mau Anda hindari di dalam hidup?
Tinggalkan komentar di kolom di bawah.

Photo by Vadim Bogulov on Unsplash

www.domainesia.com

3 thoughts on “7 Pelajaran Mengenai Uang dari Squid Game”

  1. tidak pernah bosan dengan artikel artikel dissecting money, sangat update dan relate sama keadaan terkini, sambil mencambuk kesadaran tentang literasi keuangan

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!