everton-vila-AsahNlC0VhQ-unsplash
Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

Pengaturan Keuangan Suami-Istri

Bukan ahli dalam hal pernikahan

Awalnya saya enggan menuliskan sebuah artikel yang membahas mengenai pengaturan keuangan suami-istri, karena saya bukan ahli di bidang finance serta bukan juga seorang ahli dalam hal pernikahan. I’m still figuring these things out myself.

So please read this article bearing in your mind that this is merely my opinion and view on a family’s finance, but I’m not exactly an expert in it. Pun jika ada yang dirasa tidak sesuai dengan keyakinan masing-masing, silakan abaikan artikel ini.

Tapi beberapa waktu yang lalu saya menemukan sebuah microblog di media sosial salah seorang financial planner yang cukup ternama, yang membahas mengenai “pilihan-pilihan hubungan keuangan suami-istri,” yang terus terang sangat mengejutkan saya (in a sense that I completely disagree).

How could you have “choices” regarding how to manage money between husband and wife?

There’s really no other option

“Pilihan” konsep money management yang dijabarkan agar “dapat dipilih” antara lain (catatan: diasumsikan bahwa pencari nafkah utama adalah suami, tetapi istri juga memiliki penghasilan tetap):

  1. Suami dan istri memasukkan semua penghasilannya masing-masing ke 1 pot, baru melakukan budgeting bersama.
  2. Suami menanggung seluruh kebutuhan keluarga, penghasilan istri untuk dia sendiri (terserah mau diapakan).
  3. Suami menggunakan mayoritas gajinya untuk kebutuhan keluarga, sisanya disimpan sendiri (entah untuk apa), penghasilan istri untuk dia sendiri.
  4. Suami menanggung 50% kebutuhan keluarga, istri 50% sisanya. Jika ada kelebihan, terserah masing-masing mau digunakan untuk apa. Asal kebutuhan keluarga terpenuhi. Terkadang bahkan masing-masing tidak mengetahui berapa jumlah gaji pasangannya sebenarnya.
  5. Suami hanya memberikan sesuai jumlah yang diminta istri untuk setiap pos pengeluaran bulanan. Ke mana sisa uangnya hanya setan dan sopir bajaj yang tahu.

To all the “options” above, I am thinking-out-loud:

If you don’t choose number one, you have no business getting married.

Uang untuk penghujung waktu bersama

Alasan saya memiliki pendapat yang sangat kuat mengenai hal ini sebenarnya sederhana, dan ini dapat menunjukkan secara langsung bagaimana sebenarnya pandangan Anda terhadap status pernikahan yang Anda miliki.

Try answering this question (with your husband/wife, if possible):

Apakah kalian merencanakan untuk menikmati masa pensiun bersama?

If the answer is yes, then WHY ON EARTH ARE YOU SPLITTING YOUR MONEY like a greedy school kid who wants a bigger slice of cake for him/herself???

Sadarilah bahwa pada saat Anda mengambil keputusan untuk menikah, Anda sudah memberikan komitmen untuk menjalani hidup bersama dalam segala hal: di masa produktif sekarang maupun di masa nonproduktif nantinya. Kecuali, memang ada yang di perjanjian nikahnya sudah ada klausul bahwa dana pensiun Anda nanti tergantung dari yang masing-masing berhasil kumpulkan di masa produktif. To which I’ll say: why bother getting married in the first place?

Atau, kecuali Anda, pada saat menikah, memang tidak yakin bahwa pasangan Anda adalah pasangan Anda untuk seumur hidup. To which I’ll say: why bother getting married in the first place?

Masalah kepercayaan

Yang saya khawatirkan akan terjadi suatu hari adalah jika sebuah pasangan suami-istri mengalami kesulitan keuangan di masa pensiun. Maka seorang suami/istri mungkin saja dapat mengatakan ke pasangan yang menjadi pencari nafkah utama bahwa: “ini salahmu dulu tidak menabung uang cukup banyak untuk kita pensiun.” Lalu, pasangannya akan merespon dengan mengatakan: “ke mana saja uang hasil kerjamu selama ini?”

Do you think they’ll enjoy their life as retirees?

Baiklah, mungkin saya terlalu berpikir negatif, kemungkinan sebenarnya Anda tidak akan segamblang itu menegur pasangan Anda saat mengalami kesulitan keuangan di masa pensiun. Mungkin pada saat itu Anda akan merasa “ya sudahlah, memang ini kesulitan yang harus kami lalui bersama sebagai suami-istri, saat susah maupun senang.”

But we both know that’s not true. Deep inside YOU and YOUR SPOUSE would know that it isn’t true. You HAD your chance to save money during your productive days, and you blew it.

Kemungkinan lain mengapa Anda memilih opsi selain nomor 1 adalah:

You have trust issue(s).

Ya, baik Anda sadari atau tidak, sebenarnya Anda memiliki masalah kepercayaan. Coba baca lagi opsi nomor 2-5 di atas. Pada saat Anda memutuskan bahwa ada sebagian uang yang “terserah” Anda/pasangan Anda mau diapakan, lagi-lagi hanya ada 2 kemungkinan:

  • Anda memiliki pengeluaran yang Anda tidak ingin pasangan Anda ketahui, atau
  • Anda tidak percaya uang ini akan diapakan oleh pasangan Anda jika diberikan kepadanya.

Why would you want to spend the rest of your life with someone you cannot trust with your money, or someone who won’t trust you with their money?

Biarkan data yang berbicara

Kalau Anda menganggap bahwa ini hanya sebuah pendapat yang dituliskan oleh seseorang yang  bau kencur dan baru menjalani bahtera pernikahan selama 5 tahun, maka saya akan membiarkan data yang berbicara untuk Anda.

Karena data-data berikut ini menjabarkan dengan baik fakta bahwa pengaturan keuangan sangat berpengaruh terhadap keselamatan sebuah hubungan pernikahan.

  • Masalah “selingkuh” keuangan (financial infidelity) adalah penyebab kedua terbesar dari perceraian setelah perselingkuhan itu sendiri.
  • 1 dari 3 orang yang bertengkar dengan pasangannya karena masalah uang menyatakan bahwa mereka menyembunyikan pengeluaran-pengeluaran tertentu karena menyadari pasangannya tidak akan setuju dengan pengeluaran tersebut.
  • Pertengkaran mengenai uang di awal-awal masa pernikahan merupakan prediktor utama terjadinya perceraian.
  • 94% dari seluruh pasangan yang merasa kehidupan pernikahannya bahagia menyatakan selalu mendiskusikan keuangan keluarga mereka secara terbuka.

All in all, like I have already told you numerous times before: I am a man of statistics.

I even trust statistics more than I trust my wife.

BUT these data suggests that I MUST trust my wife when it comes to money, and I MUST be trustworthy to her when it comes to money, if we want this marriage to work.

So, over to you, married people.

P.S. Even if you were to argue about money, let it be a healthy and open argument, and do kiss your husband/wife anyway before you go to sleep that night.


Photo by Everton Vila on Unsplash

www.domainesia.com

6 thoughts on “Pengaturan Keuangan Suami-Istri”

  1. Betull.. saya setuju keterbukaan income, mengingat saya dan pasangan gajinya naik turun, kami selalu diskusi alokasi .. pembiayaan rumah tangga.. alokasi tabungan.. walaupun saya saat ini memperdalam finance, saya selalu berbagi ilmundan diskusikan.. agar se frekuensi menentukan diversifikasi investasi

    Reply
  2. So, enaknya gimana tuh dok, should we have joint bank account atau biarin pakai rekening lama tapi isinya dibudget satu sama lain (misal rekening suami buat simpan uang bayar tagihan pajak dan sekolah anak, terus rekening istri buat uang makan sehari2 ) ?

    Reply
  3. Saya dan suami sejak awal nikah buat target-target finansial & budgeting, dan terbuka income masing-masing berapa.
    Setelah menghitung & mengalokasikan berapa yang butuh disimpan, berapa yang mau diinvestasikan, berapa yang dibutuhkan untuk kebutuhan bersama, sisa income masing-masing ya disimpan masing-masing dan bebas mau dipakai untuk apa. Untuk hobi, dll..

    We do have common goals and put our money together, tapi juga punya uang “bebas” masing-masing yang terserah mau dipakai apa, as long as untuk hal yang tidak negatif & tidak berbahaya.. hehe

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!