pexels-energepiccom-159888
Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

Trading Saham Bukan untuk Dokter

Apa maksudnya trading saham?

Seperti sudah kita ketahui, saham adalah sebuah instrumen investasi berbentuk surat berharga yang menunjukkan kepemilikan Anda terhadap suatu perusahaan. Jadi apakah maksudnya dokter tidak boleh berinvestasi di saham? Justru sebaliknya, menurut saya komponen/kelas aset saham harus ada di dalam portofolio seorang dokter. Yang saya maksud dengan trading saham adalah jual-beli saham dengan harapan bisa membeli di harga rendah dan menjualnya di harga tinggi, atau yang sering dikenal dengan istilah market-timing. Portofolio investasi saya pun mayoritas di saham, menggunakan instrumen reksa dana indeks, sehingga perlu dibedakan antara berinvestasi dengan menggunakan instrumen saham vs menggunakan instrumen saham untuk trading.

Sebelum yang membaca artikel ini terlanjur terbawa perasaan/baper, maka saya akan tekankan sudut pandang saya di awal:

Trading stocks is plain stupidity.

Oh, how I can almost hear all the traders whining while reading this.

But I believe y’all are either medical students or practicing medical doctors already, and they say all doctors are smart, right? So I hope I can put some sense into you.

Saya menuliskan artikel ini karena saya pun pernah jatuh ke jurang yang sama: menganggap bahwa investasi saham artinya adalah melakukan trading. Sampai di suatu titik di mana saya merasa ada sesuatu yang salah dengan cara pikir ini dan menganggap bahwa sepertinya bukan ini jalan untuk mencapai kesuksesan secara finansial.

(By the way, at this point biasanya para traders akan berpendapat bahwa saya hanyalah seseorang yang kepahitan di dunia trading dan tidak “berhasil” dalam melakukan technical analysis sehingga menulis sebuah artikel yang anti-trading.)

Tidak apa-apa, biarkan saja mereka beranggapan seperti itu. Traders dipersilakan berhenti membaca di sini.

Untuk sejawat lain yang masih memiliki akal sehat, boleh melanjutkan untuk membaca. Berikut ini akan saya ungkapkan beberapa hal yang, seiring dengan pembelajaran saya semakin jauh di bidang finance, membuat saya semakin berpikir bahwa trading memang bukan untuk dokter. Heck, it’s not for anyone who believes in numbers and statistics.

Psychologically unhealthy

Alasan utama yang membuat saya berpikir bahwa trading saham bukanlah cara untuk membangun kekayaan berkaitan dengan hal yang menurut saya paling penting di dunia finance, yaitu kondisi psikis sang investor.

Dengan melakukan trading, sebagai “investor” Anda akan dibuat berpikir bahwa mendapatkan return puluhan hingga ratusan persen dalam hitungan hari atau bulan itu sangat memungkinkan. Sementara, kita sudah menetapkan sebelumnya bahwa semua manusia memang dilahirkan serakah, sehingga tawaran tersebut merupakan titik lemah semua investor, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman.

Saya dulu melakukan trading sampai di suatu titik di mana saya sedang berlibur dengan keluarga saya, dan saya tidak memerdulikan apapun selain kondisi pasar saham saat itu dan berulang-kali mengecek handphone untuk melihat pergerakan harga saham dan mempelajari chart. Camkan bahwa ini merupakan liburan keluarga pertama saya yang “layak” selepasnya saya dari pendidikan spesialis. Semua orang yang pernah merasakan jadi residen tahu bahwa ini merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu. See how it really messed my head up and shift my focus from all the important things in life?

(Jika ada trader yang melanjutkan membaca sampai sini, mungkin dia akan berpikir bahwa saya ini bodoh karena melakukan trading tanpa melakukan setting di aplikasi sekuritasnya untuk auto-buy di harga tinggi dan auto-sell di harga cut loss. But he/she and I both know that it doesn’t work, seringkali di harga tempat kita menentukan cut loss ordernya tidak matched saking volatilnya suatu emiten. Jadi apa yang biasanya para trader lakukan walaupun sudah set auto-buy dan auto-sell? Tetap menatapi layar komputer atau handphone seperti seekor kucing Anggora yang menatapi akuarium ikan mas.)

Dokter tidak punya waktu untuk pasar saham

Bursa saham Indonesia dibuka jam 9 pagi hingga jam 3 sore, yang mana ini merupakan prime time dari seorang dokter melaksanakan pekerjaannya. Poliklinik, visit pasien bangsal dan mungkin tindakan operasi mayoritas dilakukan pada jam-jam tersebut. Jadi bagaimana seorang dokter dapat menjadi seorang pelayan masyarakat yang baik jika dokter tersebut secara fisik duduk di poliklinik namun isi kepalanya melayang ke chart atau pergerakan harga saham di saat tersebut?

Kalau Anda masih menganggap hal itu layak dan boleh dilakukan, you’re either in denial, or you don’t really want to be a clinician.

Bagaimana dengan trading di bursa saham Amerika, supaya tradingnya bisa dilakukan malam hari? Silakan saja, tapi saya kira semua dokter yang berpraktik akan setuju dengan saya bahwa istirahat yang cukup bagi dokter itu vital di dalam kualitas pelayanan kita terhadap pasien.

Ikan teri di kolam ikan hiu

Pada saat kita berprofesi sebagai seorang dokter, yang menghabiskan waktu 5-10 tahun untuk belajar kedokteran dan sama sekali tidak dibekali pelajaran mengenai literasi keuangan, dari segi mana kemudian kita bisa berpikir bahwa kita akan bisa sukses melakukan market-timing di bursa saham?

Kita tidak memiliki pengalaman apa-apa, sementara mayoritas “pemain” di bursa saham sudah melakukannya berpuluh-puluh tahun.

Kita hanya melihat chart dan pergerakan saham di handphone atau layar laptop, sementara para profesional di bursa saham melihat 9 monitor pada saat yang bersamaan.

Kita sedang memeriksa pasien di poliklinik dan ada 9 pasien masih menunggu di depan, para profesional tetap masih melihat 9 monitor tersebut sambil menyeruput kopi.

Simply put: Anda seperti seekor ikan teri yang sedang mencoba mencari makan di kolam ikan hiu.

It takes A LOT to beat the market

Pada dasarnya ketika kita sedang mencoba untuk trading, kita sedang mencoba untuk mengalahkan return dari market/bursa saham. Karena entah mengapa, rerata return >10% tidak cukup memuaskan untuk otak kita yang tamak.

Masalahnya adalah, bahkan orang-orang yang sudah menyatakan bisa “mengalahkan” market (though I really think it’s pure luck, not because of their skills) pun menyatakan bahwa mereka baru bisa mencapainya setelah (sekitar) 7 tahun melanglang buana di bursa saham.

Dokter sudah terlambat memiliki pendapatan sekitar 7-10 tahun.

So, I don’t know about you, but I feel like I don’t want to spend another 7 years of learning curve in the stock market.

Tidak meyakinkan secara statistik

Semua orang bilang bahwa dokter adalah profesi yang paling rasional, karena di dalam memberikan pengobatan kepada pasien, semuanya harus didasarkan pada temuan penelitian (meta analysis atau randomized-controlled trial), yang notabene semuanya berdasarkan temuan statistik dari penelitian tersebut.

Jadi, saya memiliki pertanyaan untuk sejawat sekalian:

Apakah sejawat akan memilih suatu cara pengobatan yang hanya memiliki kemungkinan kecil untuk berhasil, dan jika tidak berhasil risikonya fatal untuk pasien sejawat?

Mengapa pertanyaan ini? Karena reksa dana dengan manajemen aktif, yang sejatinya pasti manajer investasinya secara aktif mencoba untuk melakukan market-timing/trading untuk mengalahkan market, 94% akan gagal dalam mengalahkan market di jangka panjang.

Temuan statistik lain? Ada yang disebut dengan the 90/90/90 phenomenon. Yang berarti 90% dari seluruh traders akan kehilangan 90% dana “investasi”nya dalam waktu 90 hari sejak dia membuka rekening dana nasabah (rekening saham).

Jadi, silakan saja jika Anda mau mempertaruhkan dana pensiun Anda pada sebuah metode yang hanya memiliki kesempatan (secara statistik) 6-10% untuk berhasil (dan jangan kira 90-94%-nya artinya dana Anda tetap dan Anda tidak mendapat untung, tapi artinya dana Anda hangus, kandas, tak bersisa). But it definitely ain’t for me.

That’s why I love statistics.
It tells the bitter truth without caring about how you feel.

Here’s another interesting and funny story about statistics:

Ceritanya Anda diajak oleh 2 orang teman yang berbeda untuk naik mobil dari Jakarta ke Bandung. Teman pertama mengatakan bahwa dia sudah biasa mengendarai mobil dengan kecepatan 200 km/jam di tol Cipularang, sehingga bisa sampai ke Bandung dalam waktu 1 jam. Teman kedua mengatakan bahwa dia sangat mematuhi aturan dan mengendarai mobil maksimal kecepatan 100 km/jam, sehingga butuh waktu 2 jam untuk sampai ke Bandung.

Kira-kira Anda akan ikut dengan teman yang mana?

Pun jika Anda satu kali ikut dengan teman pertama dan berhasil mencapai Bandung dalam waktu 1 jam tanpa kecelakaan fatal dan tiba dengan selamat, apakah menurut Anda jika perjalanan tersebut diulang 10 kali, hasilnya akan tetap sama? Atau jangan-jangan hanyalah sebuah keberuntungan Anda dapat mencapai Bandung dengan selamat di perjalanan pertama tadi?

Yang selalu menang adalah broker

Jika Anda pernah mendapat kesempatan untuk mengunjungi sebuah casino/rumah perjudian di negara yang melegalkan tempat perjudian, maka biasanya di halte bus terdekat selalu ada iklan layanan masyarakat yang berbunyi “remember, the house always wins,” dan ditutup dengan nomor call center untuk dihubungi jika seseorang memiliki kecanduan terhadap perjudian.

Kalimat tersebut mengingatkan kepada semua orang yang hendak/selesai berjudi bahwa secara statistik, kemungkinan Anda untuk berhasil mengambil uang dari rumah perjudian jauh lebih kecil daripada kemungkinan rumah perjudian tersebut berhasil mengambil uang Anda.

Ever wonder who always wins in the stock market? And how being a trader is actually helping them out?

That’s right, the broker always wins.

Mau Anda untung berapapun atau rugi berapapun di dalam melakukan trading, yang menang adalah perusahaan sekuritas atau brokernya, karena Anda dikenakan biaya setiap kali Anda melakukan transaksi jual/beli saham. Sehingga mereka akan selalu meng-encourage Anda untuk melakukan transaksi (trading) sesering mungkin.

Just because it’s easy, doesn’t mean you should do it

Era industri 4.0 sangat merevolusi bursa saham dan bagaimana investor terlibat di dalamnya. Sekarang tanpa datang ke perusahaan sekuritas pun seseorang sudah dapat membuka rekening dana investor/nasabah untuk bertransaksi saham. Transaksi saham pun dapat dilakukan real-time hanya dengan menggunakan smartphone Anda. Namun, apakah artinya dengan dipermudahnya cara-cara tersebut artinya kita harus melakukan trading?

Nope, satu-satunya alasan mengapa hal ini semakin mudah dilakukan adalah karena hal yang sudah saya sebutkan di atas: semakin banyak investor yang melakukan transaksi jual-beli saham karena melakukan trading, yang pasti akan semakin kaya adalah perusahaan sekuritasnya.

Sepertinya artikel ini sudah terlalu panjang, dan mahasiswa kedokteran dan dokter biasanya akan bosan membaca artikel yang terlalu panjang.

Demikian penjabaran dari saya: don’t be a stupid trader.


Bagaimana pendapat Anda mengenai trading saham?
Kecuali trader, silakan tinggalkan komentar di kolom di bawah.

Photo by energepic.com from Pexels

www.domainesia.com

10 thoughts on “Trading Saham Bukan untuk Dokter”

    • Ga lama, cuma 3 bulan sebelum saya menyadari itu semua omong kosong. Realized lossnya paling cuma 500 ribu. Sisanya saya hold saja sampai sekarang, tapi ga saya perhitungkan di dalam portfolio saya.

      Reply
  1. Makasih banyak dok, artikelnya sangat membantu, mencerahkan! Saya baca dissecting money tiap hari dok sbg daily digest hehe..
    Izin bertanya dok, untuk saham indeks saya harus mencari dimana ya? Sudah punya akun di salah satu sekuritas tapi masih gak paham kalau mau beli saham indeks dimana. Sepertinya di aplikasi adalah saham lepasan..

    Reply
  2. Mohon izin dok. Saya dokter dan trader. Saya cuma buka laptop 1 jam malam hari ketika tidak praktek. Trading tidak mengganggu pelayanan pasien dan ketika pasar buka saya tidak membuka chart. Trading cukup dengan 1 laptop saja. Seandainya transaksi di bursa efek meningkat, bukan hanya sekuritas yang diuntungkan tapi besarnya pajak yang disetor negara juga meningkat. Pengalaman 7 tahun tersebut bisa disingkat dengan punya mentor yang sesuai yang bisa mengajarkan dalam waktu singkat pengalaman yang telah dijalani dalam penjelasan yang sederhana dan waktu belajar yang lebih singkat.

    Reply
  3. Iya dok. Tidak masalah menyuarakan trading adalah satu kebodohan bagi dokter. Selama kajian unsur kebodohan dalam trading dikaji secara objektif, tidak hanya menjelaskan sisi negatif, tapi sisi positif juga ikut dijelaskan dan meminimalisir unsur subjektivitas. Hanya saja argumen yang dibangun hanya mengambil fakta fakta yang hanya mendukung opini tertentu agar kesannya trading adalah aktivitas yang sangat jelek.

    Reply
  4. Saya dokter, dan saya investor saham lepasan dok. Namun saya bukan trader. Saya setuju dengan poin-poin bahwa trading saham dalam waktu singkat adalah sebuah kebodohan. Krn saya sendiri pernah mencoba trading, namun akhirnya buntung dan terasa sekali bahkan pikiran saya jadi kesana terus.

    Tapi imho, kita dokter bisa saja membeli saham individual. Bukan untuk trading harian/mingguan gitu. Tapi untuk jangka yang benar-benar panjang. Pilih fundamental yang bener2 kita percaya baik. Yaudah gausah peduliin naik turunnya grafik. Cukup tunggu saja berapa tahun lagi (sesuai target kapan kita ngambil uangnya). Krn paling tidak jika kita ngambil uangnya masih 5 atau 10 tahun atau lebih, grafiknya kemungkinan besar akan naik.

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!