edge2edge-media-uKlneQRwaxY-unsplash
Picture of Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

Cara Melihat Peluang Investasi

Beberapa waktu yang lalu saya dihadapkan dengan sebuah peluang untuk berinvestasi pada sebuah bisnis yang dijalankan oleh orang lain, dan saya ingin berbagi melalui artikel ini mengenai bagaimana pengalaman saya membangun literasi keuangan secara perlahan-lahan sembari membuat blog ini mengubah sudut pandang saya dengan drastis tentang cara untuk melihat/menganalisa sebuah peluang investasi.

Jadi artikel ini bukanlah mengenai bagaimana agar sejawat sekalian bisa melihat sebuah peluang investasi yang akan menghasilkan cuan.

A little bit like clickbait, so I’m sorry, in advance.

The past performance

Saya mendapatkan peluang investasi ini saat saya sedang berkunjung ke suatu daerah parawisata di Indonesia yang, sebelum pandemi Covid-19 menyerang, merupakan salah satu tujuan parawisata paling utama baik untuk turis lokal maupun mancanegara. Tawaran ini datang dari sopir mobil sewaan yang mengantar saya selama saya berada di tempat tersebut.

Sopir ini sebelumnya merupakan seorang pimpinan dari sebuah bisnis rental mobil yang sangat sukses sebelum era pandemi Covid-19. Beliau menceritakan masa-masa kejayaan bisnisnya dimana dalam satu hari pesanan untuk mobil baik lepas-kunci maupun dengan sopir pasti di atas 20 pesanan. Keuntungan bersih setiap bulannya selalu di atas nilai 40 juta IDR (sudah dikurangi biaya operasional, dll).

Kenapa bisnis ini bisa mendapat pendapatan bersih yang terbilang cukup tinggi tersebut? Menurut beliau karena beliau membayar seorang web master (orang IT yang menjadi pengelola website) yang sangat handal sehingga hampir semua traffic dari Google yang melakukan pencarian dengan kata kunci “sewa mobil (nama kota)” pasti akan menemukan website beliau yang tersambung dengan kontak Whatsapp bisnis langsung untuk pemesanan mobil.

Menurut beliau, biaya yang harus dikeluarkan untuk maintenance website ini adalah:

  • 8 juta IDR sekali di awal untuk biaya nama domain (.net)
  • 4 juta IDR setiap tahun untuk web maintenance

All was going well, until the fall.

The fall

Sekitar 4 tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda, beliau pun memutuskan untuk melakukan ekspansi, dalam arti agar dapat mendapatkan keuntungan lebih, maka beliau harus memiliki armada lebih besar, artinya memerlukan jumlah mobil lebih banyak.

Inilah awal mula kejatuhan bisnis tersebut. Dalam kurun waktu 2 tahun ke depannya, beliau mengambil 9 cicilan mobil, dengan jangka waktu kredit yang saya perkirakan sekitar 5 tahun atau lebih.

Bulan Maret 2020, dunia dinyatakan dalam pandemi Covid-19. Saat sama sekali tidak ada turis lokal maupun mancanegara, keuntungan yang tadinya “pasti” anjlok menjadi nol. Bahkan minus, karena pengeluaran operasional harus terus berjalan. Karena beliau mengasumsikan bahwa mungkin pandemi hanya akan berjalan beberapa bulan, maka beliau menjual mobil-mobil yang sudah lunas untuk menutupi biaya operasional, dan melunasi cicilan bulanan mobil-mobil lain yang belum lunas.

Saat ini, beliau sudah tidak memiliki mobil yang sudah lunas, dan yang tersisa hanya beberapa mobil-mobil dengan cicilan yang belum lunas, dengan pesanan mobil yang mungkin hanya ada 2-3x setiap bulan.

Apa yang tadinya merupakan sebuah rencana ekspansi sudah berubah menjadi borgol emas. Setiap pagi beliau bangun dengan dipenuhi pikiran bagaimana agar cicilan mobil-mobil bulan itu terpenuhi.

The offer

Karena beliau ingin sekali menutupi kewajiban utangnya tersebut, maka inilah yang saya sebut sebelumnya sebagai peluang investasi yang ditawarkan kepada saya.

(Keep in mind that I am not in any way mocking this investment offer, because I honestly think that he genuinely thought the offer was good enough, and I respect him for that)

Beliau menawarkan untuk meminjam uang sejumlah 300 juta IDR, dengan jaminan secarik surat kepemilikan tanah seluas 15 x 10 meter persegi, dengan menjanjikan bahwa setelah satu tahun, beliau akan menebus kembali surat kepemilikan tanahnya dengan uang sejumlah 350 juta IDR (so basically it’s a 17% return in a year).

Pada saat saya menanyakan untuk apa uang 300 juta IDR ini akan digunakan, beliau mengatakan bahwa uang ini akan digunakan untuk melunasi cicilan mobil-mobil, dan sisanya untuk kebutuhan operasional ke depannya. Dengan kata lain, beliau tetap akan melanjutkan bisnis rental mobil ini dengan cara yang sama.

Sekarang, saya akan mengajak sejawat sekalian untuk melihat tawaran ini dari dalam otak saya.

How I view the offer

Jikalau saya menempatkan diri saya ke cara pandang saya dahulu yang tidak mengerti sama sekali mengenai cara berinvestasi selain berpetualang ke arah bisnis, maka mungkin saya akan berpikir bahwa ini merupakan tawaran yang cukup menarik: dapat 50 juta IDR begitu saja dalam setahun tanpa harus melakukan apa-apa.

Namun setelah saya mempelajari mengenai finance, cara mengelola sebuah blog, belajar digital marketing, dsb melalui Dissecting Money ini, saya jadi bisa melihat banyak sekali kekurangan di dalam penawaran ini, antara lain:

Model bisnis yang tidak berubah

The biggest problem of all, menurut saya adalah karena beliau masih menawarkan peluang investasi tersebut dengan model bisnis yang sama sekali tidak berubah. Sementara kita sudah lihat sendiri di luar sana bahwa dunia bisnis barang maupun jasa, finance, marketing, bahkan dunia pendidikan sekalipun sudah diobrak-abrik oleh pandemi ini dan sedang terjadi dobrakan (disruption) yang luar biasa.

Jadi apabila beliau menawarkan sebuah return on investment yang didasarkan dengan model bisnis yang persis sama seperti sebelumnya, yang sudah pernah kandas karena pandemi (yang bahkan belum berakhir), it’s just like knocking the door of an empty house and expecting someone would answer.

Ekspektasi yang terlalu tinggi

Jika Anda berpikir bahwa beliau hanya tinggal mencari profit sebesar 50 juta IDR agar bisa mengembalikannya ke investor, maka Anda sudah salah dalam berpikir mengenai cara sebuah bisnis bekerja.

Jangan lupa bahwa uang 300 juta IDR dari si investor tadi akan digunakan untuk melunasi cicilan-cicilan dan menutupi biaya operasional. Artinya, bisa kita anggap bahwa uang ini akan segera habis menjadi nol. Dengan demikian, maka si pebisnis harus mencari keuntungan bersih sejumlah 350 juta IDR dalam setahun agar dapat mengembalikan uang investor ditambah return yang dijanjikan sebelumnya.

Which means beliau harus berhasil mencetak keuntungan bersih hampir 30 juta IDR setiap bulannya. Apakah hal ini masuk akal, mengingat pandemi yang bahkan ujungnya saja kita tidak tahu ada di mana? Saya kira tidak.

Put everything into numbers, and usually your eyes will get a clearer view on the whole thing.

Jaminan yang tidak memberi ketenangan

Orang-orang pada umumnya mungkin akan berpikir: “Ah toh sudah dijamin dengan surat tanah, harusnya si pebisnis akan berusaha keras untuk mendapatkannya kembali, atau worse comes to worst, tanah tersebut akan jadi milik saya.”

Well, to me, tanah hanya akan selalu menjadi seonggok tanah sebelum itu sudah bisa dicairkan menjadi uang tunai (dalam arti likuiditas investasi tanah sangatlah buruk). Belum lagi hal ini berarti saya harus meluangkan waktu untuk survei ke lokasi tanah tersebut, memastikan kondisinya, memastikan keaslian surat tanah, dll. Sesuatu yang menurut saya pribadi terlalu rumit dan memakan waktu dan biaya untuk dijalankan.

Belum lagi kalaupun nanti beliau gagal bayar dan tanah tersebut jadi milik saya, ada biaya-biaya yang harus saya keluarkan untuk balik nama, dll, apalagi kalau setelahnya tanah tersebut tidak bisa menjadi aset produktif (kontrakkan/kos-kosan, yang memerlukan biaya pembangunan lagi) dan malah menjadi aset konsumtif yang terus-menerus menyedot uang saya dalam bentuk pajak bumi dan bangunan (PBB) dan biaya-biaya pemeliharaan lain.

Jadi jaminan dalam bentuk surat kepemilikan tanah ini sama sekali bukanlah sesuatu yang memberikan ketenangan bagi saya sebagai calon investor.

Biaya web master yang terlalu tinggi

Saya bukanlah seorang ahli IT dan bukan juga pemerhati harga layanan jasa website maintenance, tapi berdasarkan pengalaman saya membangun blog ini dari nol, harga yang ditawarkan jelas terlalu tinggi.

Paket untuk membeli domain (alamat website) dan hosting (sewa cloud storage untuk data-data website) di Domainesia saja contohnya, hanya perlu sekitar 300 ribu IDR per tahun. Jelas perbedaan harga ini sangat kontras dengan yang ditawarkan oleh “web master” tersebut. Jika harga yang dimaksud itu adalah biaya untuk mengatur search engine optimization (SEO) agar muncul di halaman pertama pencarian Google, maka bilang saja demikian, jangan dibalut dengan istilah biaya domain dan pengelolaan website. Pun demikian, menurut saya harga yang ditawarkan masih terlalu mahal.

(FYI, I checked the given website, it’s a crappy website, nothing that would worth 12 millions IDR on just the first year)

Sebagai informasi saja untuk sejawat sekalian, saya pernah berdiskusi dengan salah seorang sejawat yang mendalami digital marketing, dan ternyata dunia website developer memang mematok harga yang sebenarnya absurd dan tidak sebanding dengan kualitas jasa yang diberikan. Mengapa bisa demikian? Karena mereka menganggap bahwa orang-orang di luar dunia IT tidak akan mengerti sama sekali dan akan percaya saja bahwa jasa yang mereka berikan sudah setimpal.

I published this blog just by reading a blog (doyouevenblog.com) and watching some YouTube videos. Trust me, it’s not rocket science. Anyone with an internet connection can make a blog like this or even something much cooler than this.

Return yang biasa-biasa saja

Last but not least, setelah saya perlahan-lahan mempelajari dunia finance, maka return on investment yang ditawarkan oleh beliau pun menjadi tidak terlihat sebagai sebuah tawaran yang cukup menarik untuk saya (dengan risiko yang terbilang lebih banyak seperti saya sebutkan di atas).

Hah? Bukankah return on investment 17% dalam setahun itu dapat dibilang cukup besar?

Ya, tapi itu hanya uang 300 juta IDR yang bekerja selama setahun mencari 50 juta IDR, and that’s it. Sementara, uang dengan jumlah yang sama bisa saja saya “tinggalkan” di RD indeks selama 20 tahun dan mendapatkan rerata return sekitar 10-15% per tahun. Well, memang return-nya sedikit lebih kecil, tetapi dengan risiko yang jauh lebih terkontrol karena sudah terdiversifikasi di dalam satu kelas aset (saham).

So, the choice is quite obvious for me.

So, there you go, docs. Sedikit pengalaman saya dalam hal melihat dan menilai sebuah peluang investasi yang saya rasa berubah drastis sejak saya memulai perjalanan menuju tingkat literasi keuangan yang lebih baik dan memulai blog ini untuk berbagi ke sejawat sekalian.

It really gives me a whole new perspective on how to see the world and how to cope with the changes that are happening around us.


Apakah peluang investasi di atas baik menurut Anda?
Apa pengalaman pribadi Anda dalam menghadapi tawaran/peluang investasi di luar sana?
Ceritakan di kolom komentar di bawah.

Photo by Edge2Edge Media on Unsplash

www.domainesia.com

5 thoughts on “Cara Melihat Peluang Investasi”

  1. Right on point. Sangat setuju dengan penjaminan tanah yang likuiditas buruk. Pengalaman saya, target utama mencari modal lewat penjualan aset (tanah). Perlu appraisal juga, kalo harga ga dimark up, belum habis di biaya transportasi dan akomodasi untuk cek. Return 17% ekspektasi ga berdasar. Gimana solusi lain seperti pinjaman ke bank?

    Reply
  2. Seringkali tawaran bisnis dengan iming
    Iming kisah sukses sejawat menghampiri, kita baik nye memiliki cara pandang yg tepat seperti di sebutkan di artikel ini,, jangan greedy terpukau melihat kisah sukses .. ayo analisa

    Reply
  3. Terimakasih sudah berbagi dok
    Saya baru saja dihadapi pilihan seperti ini
    Bagi saya yang baru masuk dunia kerja belum genal 2 tahun (sebagai dokmum), hal seperti ini baru bagi saya

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!