paul-kapischka-NLbMgDBio4Y-unsplash
Picture of Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

Mengontrak vs Ambil KPR

Perdebatan yang tidak ada habisnya perihal kepemilikan rumah pertama adalah mengenai apakah kita seharusnya mengontrak terlebih dahulu atau langsung ambil kredit pemilikan rumah (KPR)?

Apalagi dengan obsesi akan investasi properti yang menurut saya overrated.

Pada artikel ini saya akan menjelaskan mengapa menurut saya mengontrak dulu merupakan pilihan yang lebih bijak jika dipandang dari sudut personal finance.

Mitos yang beredar

Saya tumbuh besar di tengah-tengah lingkungan yang terus-menerus mengatakan kepada saya (saya yakin Anda pun juga merasakannya) demikian:

  • Mengontrak itu sama saja kita membakar uang, karena uangnya keluar terus tapi rumahnya tidak jadi milik kita.
  • Mengontrak itu sama saja dengan kita membantu orang lain membayarkan cicilan KPR mereka.
  • Langsung ambil KPR saja, ambil cicilan selama mungkin tidak apa-apa, yang penting suatu hari rumah itu akan jadi hak milik kita.
  • Properti adalah satu-satunya investasi yang harganya pasti naik
  • …dst.

I was also a huge believer on those concepts, until I really learned about the basic mindset regarding personal finance and my view was COMPLETELY changed.

Hal-hal apa yang membuat saya berubah pikiran dari mendewakan kepemilikan rumah pertama sebagai “investasi yang paling berharga” menjadi “sesuatu yang bisa ditunda?”

My actual situation

Sebelum saya menjabarkan poin-poin pemikiran saya, mungkin sebaiknya saya membeberkan dulu status kepemilikan rumah saya, agar dapat sejawat dan pembaca nilai sendiri apakah saya biased atau tidak di dalam menuliskan artikel ini.

Saya dan keluarga belum memiliki rumah dan belum mengambil KPR. Kami pun tidak sedang mengontrak rumah.

Tetapi, dapat dibilang saya dan istri cukup privileged karena dapat tinggal di salah satu rumah yang dimiliki oleh orangtua kami tanpa perlu bayar sewa. Hal ini perlu dibedakan dengan pernyataan “sudah punya rumah,” karena faktanya rumah tersebut bukanlah hak milik saya dan, konsekuensinya: tidak saya perhitungkan di dalam perhitungan net worth saya.

Jadi sekarang sudah diperjelas bahwa fakta situasi kepemilikan rumah kami adalah kami belum memiliki rumah pertama (sembari tetap menargetkan untuk akan memilikinya suatu hari), tetapi kami sedang tinggal di sebuah rumah hak milik “orang lain” tanpa perlu bayar sewa.

Now let’s lay down the facts.

Borgol emas

Dengan situasi kami yang sekarang, saya bisa saja kemudian berpikir bahwa privilege tinggal tanpa perlu bayar sewa tersebut merupakan sebuah pengungkit/leverage untuk segera mengambil KPR, karena kami tidak memiliki kewajiban untuk bayar sewa rumah. Tetapi, meskipun dengan langsung mengambil KPR dapat berarti kami bisa lebih cepat memiliki rumah pertama yang menjadi hak milik kami, tetap saja saya memutuskan untuk tidak mengambil KPR dulu.

Mengapa? Karena seperti yang sudah sudah pernah saya ungkapkan di artikel “Kapan Dokter Boleh Beli Rumah,” saya baru menjalani tahun kedua kehidupan sebagai dokter spesialis, sehingga jika di dalam periode yang belum terbilang “stabil” ini saya sudah mengambil komitmen untuk mengambil KPR dan mengambil cicilan 10-15 tahun ke depan, maka itu akan menjadi borgol emas untuk saya.

  • Bagaimana jika perjalanan karir saya mengharuskan saya untuk pindah ke kota lain? Cicilan akan berjalan terus, borgol emas.
  • Bagaimana jika saya harus melanjutkan studi dan tidak bisa berpraktik secara rutin lagi untuk mendapatkan income? Cicilan akan berjalan terus, borgol emas.

Sebaliknya, jika kita asumsikan saya tidak memiliki privilege rumah orangtua tadi dan memutuskan untuk mengontrak rumah terlebih dahulu, yang saya miliki adalah pilihan.

Mungkin terdengar remeh, tetapi banyak sekali orang-orang di luar sana yang tidak punya pilihan sama sekali karena sudah terikat oleh cicilan yang berubah menjadi borgol emas. Bayangkan seorang dokter spesialis yang sudah mengambil KPR untuk rumah di dekat tempat kerjanya, tetapi ternyata beliau tidak betah bekerja di kota tersebut dan harus pindah kerja ke kota lain. Sementara, selagi sang dokter spesialis bergumul dengan urusan kepindahan, adaptasi ke tempat dan suasana kerja baru, jumlah income yang mungkin berubah, cicilannya akan berjalan terus.

Dengan mengontrak rumah, saya memiliki kebebasan untuk pindah ke kota manapun jikalau dibutuhkan, saya memiliki kebebasan untuk pindah ke kontrakan yang sewanya lebih murah apabila memang income saya sedang mengalami pengurangan. Sebaliknya, apabila kondisi keluarga berubah karena ada anak yang lahir ataupun membutuhkan ruang untuk babysitter, saya pun memiliki kebebasan untuk mencari rumah kontrakan yang lebih besar.

Jangan anggap remeh situasi dimana Anda memiliki pilihan. It really is a luxury that most people don’t even realize.

Investing is about having options in life.

– Morgan Housel

Rule of thumb-nya adalah: jika Anda belum memiliki keyakinan atau kestabilan pikiran bahwa dalam 10 tahun ke depan Anda tidak akan pindah rumah, maka Anda mengambil risiko yang sangat besar jika memutuskan untuk mengambil KPR.

Investasi untuk beli rumah pertama tetap berjalan

Apakah artinya sudah saja kita mengontrak terus sampai akhir hayat? Bisa saja, bisa juga tidak.

Orang-orang yang berpendapat bahwa “mengontrak itu adalah membakar uang” untuk saya berarti merekalah yang tidak memiliki literasi keuangan yang cukup dan tidak mengerti cara pengelolaan keuangan yang baik dan bagaimana menyusun strategi investasi.

Meskipun kita memutuskan untuk mengontrak, perencanaan investasi untuk kepemilikan rumah pertama tetap dapat berjalan bersamaan. Kalaupun gaji Anda belum mencukupi untuk membuat sebuah portofolio kepemilikan rumah, konsentrasikan saja untuk portofolio dana pensiun dan usahakan savings rate setiap bulan tinggi, karena uang ini akan bekerja untuk waktu yang sangat lama dan hampir pasti dapat saya katakan bahwa jika sewaktu-waktu (setelah tahun ke-10 berinvestasi) Anda memutuskan bahwa sudah saatnya untuk Anda membeli rumah yang menjadi hak milik, uangnya pun sudah akan tersedia.

Lagi-lagi: hak untuk memilih ada di tangan kita.

Mau rumah model apa, di daerah mana, direnovasi seperti apa.

We can afford to buy it. In cash.

Jadi apakah keputusan untuk mengontrak rumah itu adalah suatu hal yang bodoh? Tidak sama sekali. Seseorang yang mengontrak rumah dapat dibilang mengambil keputusan yang bodoh jika dan hanya jika dia tidak menginvestasikan uangnya untuk jangka panjang pada waktu yang bersamaan.

Biaya yang dapat diprediksi

Keuntungan utama yang dimiliki oleh seseorang yang mengontrak dibandingkan dengan seseorang yang mengambil KPR adalah biaya hidup yang dapat diprediksi.

Pada saat seseorang mengontrak rumah, maka dia sedang menukarkan uangnya sebagai pembayaran untuk tempat tinggal, tanpa ada harapan uang tersebut akan kembali dalam bentuk apapun. Nilai ini pun biasanya tetap, dalam bentuk kontrak sesuai jangka waktu yang sudah disetujui dengan pemilik rumah, sehingga selanjutnya si pengontrak/penyewa tinggal membayarkan biaya sewa tiap bulannya.

Kejelasan dan kestabilan nominal uang yang keluar setiap bulan ini membuat penganggaran/budgeting seseorang menjadi lebih jelas, sehingga di dalam budget-nya, uang sewa tempat tinggal akan masuk menjadi biaya kebutuhan, dan tinggal melakukan penganggaran untuk sisanya (keinginan dan tabungan).

Bukankah kalau kita mengambil KPR juga nilai cicilan yang harus dibayarkan jelas setiap bulannya? Betul. Tetapi biaya perawatan (maintenance cost) yang keluar sepanjang pemilikan rumah tersebut biasanya sulit untuk diterka dan bisa datang sewaktu-waktu dengan jumlah nominal yang cukup mengagetkan (perbaikan pipa air, perbaikan atap/kayu yang lapuk, kebocoran, dsb). Sehingga, seringkali seorang pemilik rumah harus menyediakan dana khusus untuk kedaruratan rumah, yang berarti ada sebagian uang yang harus mendekam dan tidak bekerja untuk kita. Alternatif lainnya jika kebutuhan mendadak ini datang lebih tidak enak lagi: mencari income tambahan ataupun bahkan mencari pinjaman uang.

Ilusi investasi

Kebanyakan orang terlalu terobsesi dengan pola pikir bahwa kepemilikan rumah sama dengan sebuah investasi jangka panjang. Akibatnya, seringkali para pemilik rumah seringkali mengeluarkan uang banyak untuk renovasi, pembaruan perabotan, dll untuk mencoba untuk meningkatkan nilai rumah tersebut melalui kualitas bangunannya. Padahal, seringkali yang bertambah itu hanya harga tanahnya, kecantikan maupun kualitas bangunan tidak akan menambah harga secara signifikan.

Perhatikan saja sekitar Anda, berapa banyak rumah yang nampak bagus penampilannya, tetapi tidak laku-laku saat dijual karena harga yang diminta jauh di atas harga tanah di daerah tersebut?

Ditambah lagi seringkali para investor real estate kemudian melihat prospek keuntungan investasi properti hanya dari melihat berapa naiknya harga rumah tersebut saat dijual dibandingkan dengan saat dibeli. Padahal seharusnya biaya-biaya perawatan, pajak, termasuk beban bunga dari KPR yang keluar selama rumah tersebut belum terjual harusnya diperhitungkan juga mengurangi return aktualnya.

Mari kita lihat ilusi investasi ini dalam angka, agar sejawat dan pembaca sekalian bisa melihat lebih jelas apa yang saya maksud:

Seorang dokter spesialis memiliki rumah senilai 3 miliar IDR yang sudah lunas pembayaran KPR-nya. Karena kita sedang berasumsi seperti kebanyakan orang bahwa kepemilikan rumah ini adalah sebuah investasi, maka selanjutnya kita buat 2 situasi pengandaian: situasi A adalah apabila rumah tersebut dijual dan uangnya diinvestasikan, dan situasi B adalah apabila rumah tersebut dipertahankan dan disewakan.

A. Dijual dan uangnya diinvestasikan

Setelah rumah tersebut dijual, karena dikurangi oleh pajak penghasilan (PPh), biaya notaris, biaya pajak bumi dan bangunan (PBB) anggap saja semuanya sebesar 5%, maka nilai uang yang didapatkan bersih adalah sebesar 2 miliar 850 juta IDR.

Uang ini kemudian diinvestasikan dalam jangka panjang di dalam sebuah portofolio yang agresif (90% saham dan 10% obligasi), dan mendapatkan rerata return sebesar 6% per tahun. Maka, return yang didapatkan oleh sang dokter spesialis dari uang yang diinvestasikan tersebut adalah sebesar 171 juta IDR per tahun.

B. Dipertahankan dan disewakan

Jika rumah tersebut dipertahankan sebagai hak milik dan disewakan, anggap saja rerata yield dari rumah tersebut adalah 3% dari nilai rumah tersebut per tahun, maka keuntungan yang didapatkan oleh dokter spesialis ini adalah sebesar 85,5 juta IDR per tahun.

(CATATAN: nilai ini belum dikurangi oleh biaya perawatan dan pajak)

Uang yang hilang tanpa terasa

Jika angka-angka ini tidak dijabarkan dan dihitung demikian, maka orang-orang yang menganggap rumah adalah sebuah investasi tidak akan melihat nilai uang yang “hilang” ini. Perbedaan return on investment dari situasi A dan situasi B inilah yang disebut dengan opportunity cost dari uang di dalam sebuah instrumen investasi.

Dari kedua situasi pengandaian ini, dapat kita lihat bahwa setiap tahun dokter spesialis yang mempertahankan rumah tersebut “kehilangan” (karena tidak mendapatkan return lebih) sejumlah 85,5 juta IDR.

Artinya, setiap bulan beliau “kehilangan” uang sejumlah 7,125 juta IDR.

Ini pun belum ditambahkan biaya perawatan, pajak, dll, sehingga anggap saja nilai tersebut dapat kita tambahkan dan kita bulatkan menjadi “kehilangan” uang sebesar:

10 juta IDR per bulan

Sementara rumah untuk tempat tinggal sementara mungkin bisa saja kita sewa dengan nilai yang lebih murah dari itu.

Selisihnya dapat kita masukkan lagi ke portofolio investasi jangka panjang yang akan bekerja mencari uang lagi untuk kita.

So all this time, you merely assumed that renting is not a good decision, but you’ve never even tried to see the numbers.


Apakah Anda masih menganggap bahwa ambil KPR adalah yang paling benar?
Apa hal yang membuat Anda enggan untuk mengontrak rumah?
Tinggalkan komentar di kolom di bawah.

Photo by Paul Kapischka on Unsplash

www.domainesia.com

10 thoughts on “Mengontrak vs Ambil KPR”

  1. terima kasih admin DM atas asupan astikelnya, hal ini kembali ke kondisi dari masing masing keluarga /individu, dalam hal budget, kestabilan pekerjaan, serta nominal modal yang dimiliki, jika ambil KPR tanpa strategi pelunasan ( investasi sesuai karakter, diversifikasi, saving rate) tentu borgol emas ini akan terasa semakin perih..semoga kita diberikan berkah, rejeki yang cukup ..

    Reply
  2. Really love the article, Doc!
    Thanks for sharing.

    Menambahkan sedikit, hitungan mengontrakkan properti dgn asumsi yield 3 persen setahun. Tapi jgn lupa juga ada capital gain dari propertinya. Itu mungkin yg bisa ditambahkan Dok

    Reply
  3. Hi doc, thx for the-always-mind blowing-insights you share, big fan!
    Pagi ini secara sadar & spontan mengetikkan “dissecting money” di browser sembari mencicil my doctoral proposal, but surprisingly I got a different point of view this time
    (Disclaimer : I’m about to finally complete my bank loan, tepat di bulan terakhir fix rate, 3rd year from 10, so yess…there’s a commentary bias and it’s normal that I have different insight)

    Same situation actually, atas azas kemandirian, 2 tahun pertama kami pindah ke salah satu rumah keluarga, but the savings rate I got there were only for one goal : DP rumah

    – Bakar uang : not really actually, di KPR juga ada bunga tentunya, so saya anggap impas dg biaya sewa kontrakan bulanan / tahunan/12

    – Borgol emas, cicilan bulanan, I saw it as a “Commitment” as well as motivation. The excuses (bagaimana kalau…bagaimana jika) will be an endless story, put you away from the-first-step
    and what always came with the borgol surely the “Kunci”…yess mengunci harga saat ini. I believe it ain’t as easy as saying sembari investasi jangka panjang.
    Saya masih kesulitan menemukan return instrumen investasi apa yang bisa mengalahkan inflasi harga rumah yang (sedari dulu) gila-gilaan tiap tahunnya. (sesekali tersenyum simpul tiap melewati rumah berukuran serupa dengan harga selangit atau permainan yang banyak ditemui saat ini dengan membagi rumah jadi 2-3 bagian dan dijual dengan harga sama persis yang kami beli 3 tahun lalu 🙂

    – Maintenance cost is eventually the “privilege” for somethin’ what we buy or someday will become ours. Dan kenyataan tidak jarang untuk penyewa seringkali sungkan ketika terus-menerus meminta perbaikan kontrakan hingga akhirnya sedikit2 seringkali merenovasi sendiri asset that doesn’t even belong to them

    Last, we will never ever see the number if don’t do it
    Nanti selisih untuk invest…lalu invest jangka panjang dengan return sekian persen… are something more illusional for me….

    So Do it (take the step), See the actual number, then make the (more real) calculation and further (precise) investment.

    Thx for sharing and keep disruptive Doc!

    Reply
  4. Thanks for the insight doc ?

    Punya privilage tentu harus sangat disyukuri,,, bahkan utk mengkontrak kan rumah+ isi full utk return d dapat termasuk kategori lama menurut saya. Utk isi barangnya aja belum balik modal, sepertinya masih untung kos-kosan (but i dont know, gak punya bisnis kos hehehe)

    Reply
  5. dok, terimakasih atas gambaran pemikiran nya yg sangat membantu memberikan wawasan utk kagalauan memiliki rumah jaman sekarang ini hehe ..

    tapi saya ada pertanyaan ini dok .. jika kita tinggal di daerah yg pilihan rumah sewa nya yg ga bgtu bagus2 alias sangat susah mencari rumah sewa yg layak utk ditempati .. harus giman dok ???

    thnx..

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!