jamie-street-VP4WmibxvcY-unsplash
Picture of Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

Apakah Saya Harus Punya Saham?

Kebanyakan orang pasti pernah mendengar bahwa salah satu cara membangun kekayaan adalah dengan menjadi pemegang saham. Namun, faktanya sangat sedikit persentase orang yang punya saham di dalam portofolio investasinya. Jadi, apakah kepemilikan saham merupakan suatu unsur yang harus ada dalam perjalanan seseorang membangun kekayaan?

Instrumen investasi adalah kendaraan menuju kekayaan

Baru-baru ini saya baru saja menghadiri sebuah pertemuan ilmiah dokter dimana salah satu sesi pembahasannya adalah mengenai keuangan/finance. Salah seorang pembicaranya, seorang certified financial planner, mengemukakan analogi yang menarik dimana beliau menggambarkan bahwa instrumen investasi adalah kendaraannya, dan uang adalah penumpangnya. Sayangnya, beliau kemudian menekankan bahwa tidak setiap orang harus memiliki saham, karena tergantung profil risiko dari masing-masing orang sebagai investor.

I fully respect anyone who has that kind of thinking, dan bahkan saya pun seringkali juga mengatakan demikian kepada para calon investor ataupun investor pemula yang masih takut untuk memiliki komponen saham di dalam portofolio investasinya.

But, I think I owe it to you guys as an avid-reader of this blog to explain why I think EVERYONE should own stocks in their investment portfolio, regardless of their risk profile, job, position, income, or age.

Macam-macam kendaraan investasi

Sesuai dengan analogi instrumen investasi sebagai kendaraan di atas, maka mari kita melihat kembali beberapa instrumen investasi yang akan kita analogikan sebagai kendaraan, dan imbal hasil/return-nya masing-masing yang akan kita analogikan sebagai kecepatan kendaraan tersebut untuk mencapai tujuan.

Untuk mempermudah, saya akan melampirkan sebuah chart yang menunjukkan imbal hasil dari beberapa instrumen keuangan beserta laju inflasi (di Amerika Serikat) di bawah ini.

Dapat kita lihat di chart tersebut bahwa garis oranye merupakan tingkat inflasi.

Mengapa ini harus diperhatikan di awal? Karena salah satu tujuan utama kita berinvestasi adalah mengalahkan inflasi. Untuk apa kita menaruh uang di sebuah instrumen investasi yang tidak dapat mengalahkan inflasi? Lebih baik uang tersebut disimpan di balik bantal.

Garis ungu merupakan imbal hasil dari US Treasury Bills, yang merupakan surat utang jangka sangat pendek (tahunan) dari pemerintah Amerika Serikat, yang menurut saya mirip dengan instrumen deposito di Indonesia. Bedanya adalah deposito di Indonesia dikeluarkan oleh bank (bisa swasta/pemerintah), sementara US Treasury Bills dikeluarkan oleh pemerintah. Jika kita asumsikan bahwa instrumen ini sama dengan deposito, maka dapat kita lihat bahwa deposito ini hanya memiliki imbal hasil yang tipis di atas tingkat inflasi, pada tahun-tahun tertentu bahkan lebih rendah dari tingkat inflasi. Jangan lupa bahwa di Indonesia, imbal hasil dari deposito dikenakan lagi PPh sebesar 20%, yang mana sudah pasti akan mengurangi imbal hasil dari deposito menjadi di  bawah tingkat inflasi. Atas dasar inilah saya selalu mengemukakan bahwa deposito bank tidak seharusnya kita anggap sebagai instrumen investasi, karena tidak akan bisa mengalahkan tingkat inflasi.

Garis merah merupakan imbal hasil dari surat utang (obligasi) pemerintah jangka panjang. Now we’re talking. Perhatikan bahwa imbal hasil dari surat utang pemerintah jangka panjang ini cukup jauh berada di atas tingkat inflasi, bahkan hampir mencapai nilai 10 kali lipat. Maka dari itu, ingatlah dan tanamkan di dalam hati sejawat sekalian: instrumen investasi teraman yang dapat memberikan imbal hasil yang memadai adalah surat utang (obligasi), BUKAN deposito.

And now you start to see where this is going.

Mari kita perhatikan garis hijau, yang merepresentasikan imbal hasil dari saham-saham dari perusahaan-perusahaan terbesar di dalam indeks S&P 500 di bursa Amerika Serikat. Annualized compound return atau rerata bunga majemuk/compound interest per tahunnya mencapai lebih dari 3x lipat laju inflasi per tahun, dan jika kita menghitung jumlah nominal setelah imbal hasil per tahun tersebut menggulung selama 86 tahun, maka nominalnya mencapai 258 kali lipat di atas laju inflasi. Tentunya bisa kita lihat juga di grafik bahwa apabila kita melakukan zoom-in ke grafik garis hijau tersebut, maka sangat banyak naik-turunnya, dan inilah yang dikenal dengan istilah volatilitas. Pada jangka pendek, tentu saham merupakan instrumen yang sangat volatile atau naik-turun, tetapi imbal hasil dalam jangka panjangnya hampir pasti akan mengalahkan instrumen-instrumen lain.

Kembali ke analogi bahwa instrumen investasi merupakan suatu kendaraan untuk mencapai tujuan, maka dapat kita lihat bahwa saham merupakan kendaraan yang SANGAT EFISIEN yang dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan investasi kita (meskipun memerlukan jangka waktu yang cukup panjang). Inilah alasan mengapa menurut saya sangat tidak masuk akal jika seseorang tidak memiliki instrumen saham di dalam portofolio investasi jangka panjangnya.

You just put your money there in an index-fund, and leave it for 20-30 years.

Investing is boring easy!

It’s your head (read: psychology) that makes it all complicated.

Berikutnya saya akan menjabarkan dengan lebih mendetil beberapa alasan mengenai mengapa tidak masuk di akal saya apabila seorang investor tidak memiliki saham di dalam portofolio investasi jangka panjangnya.

Penting untuk saya tekankan kembali bahwa seluruh tulisan ini merujuk kepada horison investasi JANGKA PANJANG dan bukan jangka pendek atau menengah.

Tidak masuk akal untuk tidak punya saham

Menyertakan saham dalam portofolio investasi merupakan keputusan yang paling bijaksana yang dapat diambil oleh seorang investor, dan bukan tanpa alasan. Dengan tidak memasukkan saham dan hanya mengandalkan instrumen investasi lain seperti obligasi dan/atau deposito, seseorang mungkin melewatkan imbal hasil yang jauh lebih tinggi yang hanya bisa didapatkan melalui saham. Berikut adalah beberapa argumentasi yang menjelaskan mengapa tidak masuk akal untuk tidak memiliki saham dalam portofolio investasi:

1. Potensi imbal hasil yang lebih tinggi

Saham secara historis (sebagaimana sudah dideskripsikan di atas) akan memberikan imbal hasil yang (jauh) lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi atau surat utang pemerintah jangka panjang. Meskipun saham memiliki volatilitas yang lebih tinggi, tetapi saham juga memiliki potensi pertumbuhan yang signifikan, yang memungkinkan investor dapat membangun kekayaan dengan lebih cepat. Dengan tidak memiliki saham di dalam portofolio investasi, seseorang tanpa sadar sedang membatasi potensi imbal hasil dan melewatkan peluang untuk mengembangkan investasinya secara signifikan.

2. Mengalahkan inflasi

It’s pretty obvious by now, isn’t it? Nilai imbal hasil saham secara historis terbukti pada jangka panjangnya akan melambung jauh di atas inflasi, tidak seperti instrumen lain seperti emas yang hanya mengimbangi inflasi, atau bahkan deposito yang setelah dikurangi pajak akan kalah terhadap inflasi. Fitur ini membantu kita sebagai investor untuk menjaga daya beli kita dan mempertahankan kekayaan kita agar tidak digerogoti inflasi dari waktu ke waktu.

3. Diversifikasi

Jika kita memasukkan saham di dalam portofolio investasi kita yang sudah memiliki komponen-komponen instrumen investasi lain seperti obligasi atau deposito, maka sejatinya yang sedang kita lakukan adalah melakukan diversifikasi kelas aset. Karena saham memiliki profil risk-return yang berbeda dibandingkan dengan obligasi, maka ketika dikombinasikan dengan kelas aset lainnya, saham dapat membantu mengurangi risiko keseluruhan portofolio tetapi pada waktu yang sama memiliki potensi meningkatkan imbal hasil yang akan kita dapatkan. Diversifikasi ini akan membantu meratakan risiko dari sebuah portofolio investasi dan meningkatkan kemungkinan portofolio kita mencapai target jangka panjang yang sudah ditentukan. Cara melakukan pemerataan kembali risiko ini dikenal dengan istilah portfolio rebalancing, yang seharusnya dilakukan oleh setiap investor minimal sekali setahun.

4. Membangun kekayaan melalui kepemilikan perusahaan/bisnis

Memiliki saham berarti kepemilikan dalam perusahaan, memberikan kita kesempatan untuk ambil bagian dalam pertumbuhan dan kesuksesan bisnis tersebut. Dengan berinvestasi melalui saham, seorang individu menjadi pemegang saham dan dapat memperoleh imbal hasil dari dua komponen besar: kenaikan harga kapital/modal dan pembagian dividen. Membelinya melalui reksa dana indeks pun demikian, artinya secara tidak langsung kita memiliki saham seluruh perusahaan yang tercakup di dalam indeks tersebut dan akan memiliki bagian di dalam seluruh keuntungan yang perusahaan-perusahaan tersebut alami.

5. Fleksibilitas dan likuiditas

Saham adalah aset yang sangat likuid, diperdagangkan di bursa saham publik, yang memungkinkan kita untuk membeli atau menjual kepemilikan mereka dengan cepat, kapanpun dan di manapun. Likuiditas ini memberikan fleksibilitas dan memungkinkan kita untuk bereaksi dengan cepat terhadap perubahan kondisi pasar atau kebutuhan finansial yang mendadak.

Though I really don’t recommend you do anything about your long-term investment portfolio before you reach your goal, but it is still nice to know that the option will always be there.

Dengan tidak memiliki saham, maka kita menghadapi pilihan terbatas dan likuiditas yang terbatas dalam portofolio kita, yang dapat menghambat kemampuan kita untuk mengoptimalkan investasi tersebut.

So there you have it, docs!

Meskipun di luar sana banyak yang menyuarakan untuk menjauhi saham karena memiliki risiko dan volatilitas yang lebih tinggi, portofolio yang terdiversifikasi dengan baik yang memiliki komponen saham akan memiliki potensi rerata imbal hasil yang lebih tinggi, memberikan perlindungan terhadap (bahkan mengalahkan) inflasi, dan menawarkan fleksibilitas dan likuiditas yang lebih besar.

Dengan tidak memasukkan saham ke dalam portofolio investasi jangka panjang maka kita membatasi potensi akumulasi kekayaan dan pencapaian tujuan keuangan seperti dana pensiun yang sudah kita tetapkan sebelumnya.


Bagaimana dengan Anda?
Apakah Anda sudah memiliki komponen saham di dalam portofolio investasi jangka panjang?
Pemikiran apa yang masih menahan Anda untuk memiliki saham?

Tinggalkan komentar atau pertanyaan di kolom di bawah ini.

Photo by Jamie Street on Unsplash

www.domainesia.com

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!