randy-fath-LRXyqHwTK2M-unsplash
Picture of Dissecting Money

Dissecting Money

DomaiNesia

The Doctor Who Harnessed the Wind

Artikel ini berisi pearls yang saya dapatkan dari menonton film “The Boy Who Harnessed the Wind” yang dibuat berdasarkan buku memoir dari William Kamkwamba, seorang anak berusia 14 tahun keluarga petani dari Republik Malawi yang berhasil membuat kincir angin secara autodidak dan menghasilkan listrik untuk desanya.

Doesn’t matter if you haven’t watched the movie, because I know that most people hate tear-jerking movie, especially the ones that are based in a poor country. I guess it is partly because, naturally, we don’t like to see people suffer.

Namun, menurut saya banyak sekali pelajaran hidup (termasuk hal-hal finansial) yang bisa saya dapatkan dari film ini, sehingga saya akan mencoba membagikannya kepada sejawat sekalian. Berikut ini adalah 7 pelajaran hidup yang dapat saya ambil dari pengalaman seorang anak dari selatan Afrika.

1. You can’t do the same thing and expect a different outcome.

Pada film ini digambarkan jelas bahwa berdasarkan cerita dari leluhur keluarga yang dikisahkan bahwa setiap beberapa tahun sekali pasti akan ada masa kekeringan yang melanda. Sementara, panen hasil tanaman hanya bisa dilakukan 1 tahun sekali dengan curah hujan yang memadai.

Sementara, keluarga dan orang-orang di desa William tidak melakukan perubahan apa-apa sama sekali, mereka melanjutkan penanaman benih seperti biasa, dan kemudian berharap entah bagaimana hasil panennya akan mencukupi kebutuhan mereka di masa kekeringan.

Reminds me of my early medical school days.

Saya gagal dan harus menjalani remedial di 3 modul pertama saya di Fakultas Kedokteran (sel dan genetik, biomolekuler dan neurosains). Ternyata akar permasalahannya adalah karena saya masih menggunakan cara belajar saya di sekolah: hanya membaca cetakan presentasi kuliah-kuliah satu hari sebelum ujian – versi lebih parah dari sistem kebut semalam di masa sekolah karena paling tidak di masa sekolah saya masih membaca textbook, sementara di fakultas kedokteran yang saya baca hanya kertas fotokopi.

Saya merasa bahwa dengan sikap cuek dan otak yang saya miliki saya akan bisa meraih nilai batas lulus dan membuktikan kepada para nerds yang selalu mengambil bangku paling depan di kelas untuk “santai saja” dalam belajar.

Nope, didn’t work. Failed the first 3 modules.

Something had to change.

Setelah itu saya merubah cara belajar saya. Saya menemukan bahwa memperhatikan dengan seksama saat kuliah dan mencatat ternyata memberikan retensi ilmu pengetahuan yang lebih efektif untuk otak saya yang malas menghafal, diikuti dengan membaca bahan bacaan lanjutan di hari yang sama.

Cara ini rupanya berhasil membuat saya bisa melewati modul-modul berikutnya dengan relatif lancar (meskipun saya gagal dan harus menjalani remedial di modul muskuloskeletal).

Ups. (Sorry, dad)

2. Hunger WILL come, we just need to prepare for it.

Dunia ekonomi berjalan dalam sebuah siklus:

Sehingga dapat kita pastikan bahwa periode depresi ekonomi atau masa kelaparan PASTI AKAN DATANG, cepat atau lambat, suka atau tidak suka, di masa kita hidup ataupun di masa anak-cucu kita hidup.

Pada saat badai itu datang, kita semua akan berada di dalam badai yang sama, TETAPI dengan kapal yang berbeda: beberapa orang akan menjalaninya di atas sekoci yang mudah tenggelam, tetapi ada juga orang yang menjalaninya di dalam kapal pesiar kokoh yang dapat melewati badai dengan mudah.

When a crisis comes, we all would be in the same storm, but we ARE NOT going to be on the same boat.

Konsep ini seharusnya sudah jelas tertanam sejak kita kecil dimana kita mendengar cerita tentang semut dan belalang: semut yang bekerja keras dan menabung makanan di musim panas akan hidup nyaman di depan perapiannya di musim dingin, sementara belalang yang membuang-buang makanan di musim panas akan menderita di musim dingin.

Jadi pada saat kondisi keuangan Anda “nyaman,” ingatlah akan si semut.

3. In a crisis, EVERYONE thinks of themselves.

Di dalam film ini diceritakan bahwa saat krisis melanda, orang-orang memperebutkan gandum dan jagung sebagai bahan makanan pokok, dan karena keterbatasan maka timbullah kerusuhan dan perampokan lumbung gandum dan jagung di antara masyarakat.

Mudah untuk berargumen bahwa “tidak semua orang begitu, ada juga yang memikirkan orang lain di kala krisis.” Tapi jika ditelusur lagi, hal ini adalah karena orang-orang tersebut memiliki suatu kelebihan di masa kekurangan yang dapat dibagikan.

Coba posisikan Anda di posisi orang yang kekurangan dan tidak memiliki apa-apa untuk dibagikan: you WILL think of yourself. It’s just the way humans are wired.

Saya bukan sedang mengajak Anda untuk berpikir negatif terhadap orang lain yang berkekurangan, tetapi alangkah baiknya apabila semua orang dapat berpikir dan merencanakan untuk menjadi orang yang memiliki kelebihan jika suatu saat datang masa kekurangan, sehingga kita dapat membagikannya kepada orang-orang yang kekurangan.

You’re never going to be able to do that if you can’t even save a part of this month’s income.

4. Praying is always good, but it still requires effort.

I’m a big believer in prayers.

Lalu mengapa ada poin ini? Karena di film tersebut digambarkan bahwa para nenek moyang di masa-masa kekeringan sebelumnya harus sampai berdoa terus meminta hujan agar mereka bisa menanam, panen dan melanjutkan hidup. Kemudian adegan berikutnya menunjukkan bahwa orang tua William pernah berjanji untuk berusaha keras agar anak-anaknya tidak akan pernah mengalami hal seperti demikian lagi.

So, pray.

By all means, pray.

Namun bukan berarti kemudian Anda tidak berusaha dan berencana untuk hal-hal yang mungkin terjadi dalam hidup Anda, terutama berkaitan dengan masalah keuangan.

Saya pribadi percaya bahwa seluruh uang yang sudah ditakdirkan untuk menjadi milik saya sepanjang hidup saya itu sudah cukup untuk saya (dan keluarga), cukup untuk dikembalikan ke Yang Empunya Segalanya, dan cukup untuk dibagikan kepada orang lain.

Yang tersisa hanyalah bagaimana saya mengaturnya selama saya hidup, apa yang bisa saya tinggalkan untuk anak-anak saya dan apa pesan yang saya berikan untuk mereka mengenai pengaturan uang untuk anak-anak mereka kelak.

5. Logic helps you understand, but faith is what keeps you going.

Di suatu titik di dalam perjalanan William membangun kincir angin pembangkit tenaga listriknya, dia dihadapkan kepada keterbatasan materi untuk membangunnya, dan satu-satunya barang yang bisa dijadikan materi untuk menyelesaikan kincir angin tersebut adalah sepeda ayahnya. Sepeda yang merupakan satu-satunya aset yang dapat memudahkan ayahnya untuk bekerja dan mencari uang di masa kekeringan tersebut.

Bagi William mungkin logikanya sederhana: berdasarkan dengan apa yang sudah dia pelajari, maka pasti semuanya akan bekerja dan berhasil. Namun, untuk ayahnya tidak semudah itu, logika yang ayahnya miliki berdasarkan pengetahuannya yang terbatas tidak bisa “menerima saja” bahwa sepedanya harus dikorbankan untuk jadi kincir angin. Meskipun awalnya menolak dengan keras, tapi akhirnya imanlah yang membuatnya rela memberikan sepedanya untuk anaknya (dan bahkan turun tangan membantu membangun kincir angin tersebut).

You see, logic gets us to a certain place, but from then on, we need a leap of faith.

Logic got me to understand how index funds work and how they are the most reliable financial instrument, statistically. But what made me so sure that I put some part of my income EVERY MONTH into it?

Faith.

6. Education is expensive. DON’T EVER WASTE IT.

Pada saat di luar sana (seperti di film ini) ada keluarga yang harus memilih antara menyekolahkan anaknya atau menyimpan uang untuk kebutuhan hidup:

I don’t care if you feel like a “free-spirited” person.

I don’t care if your parents forced you into medical school.

I don’t care if “the school doesn’t match my personalities.”

Education is expensive. Period.

Seberapa bobrok pun sistemnya, seberapa tidak cocoknya kurikulum dan gaya pembelajaran dari sekolah dengan cara yang kita inginkan untuk belajar, sekolah itu mahal harganya.

Jangan menjadi pengecut dan meninggalkan sesuatu hanya karena berjalannya tidak sesuai dengan keinginan kita. Jika Anda tidak menyetujui cara sebuah sistem berjalan, maka luluslah dari sistem tersebut, baru kemudian Anda berjuang sekeras mungkin untuk bisa mengubah sistem tersebut menjadi lebih baik.

Walking away’s not going to change anything.

Jangan terlalu tergiur dengan cerita -cerita entrepreneurship di luar sana yang muak dengan sistem sekolah, keluar dari sekolah dan kemudian sukses membangun bisnisnya sendiri.

Don’t fool yourself.

Memangnya berapa persen orang yang melakukan itu dan berhasil?

The odds are against you.

Terlebih lagi, jika yang seseorang keluhkan adalah  “saya dipaksa oleh orangtua saya untuk mengambil sekolah ini,” menurut saya masalah sebenarnya jauh lebih besar daripada hanya melanjutkan/putus sekolah, yaitu ada masalah komunikasi di dalam keluarga tersebut yang tidak berjalan dan harus segera diatasi. (Looking at you, parents)

Ditilik dari segi manajemen risiko, risiko hidup yang Anda ambil jika memutuskan untuk meninggalkan sekolah (berpetualang tanpa ijazah/gelar) akan selalu jauh lebih besar. Bukankah akan lebih baik jika Anda sudah mengantongi ijazah/gelar dulu, baru setelah itu Anda mengejar mimpi-mimpi Anda berpetualang ke bidang yang lain?

It’s ok to chase the dream of having a successful business, but the good old 9-5 job combined with frugal living and aggressive saving can also deliver you to financial independence. Don’t ever forget that.

7. Clean water is a luxury.

Terakhir, sebagai bahan untuk kita berpikir lagi, pada film ini jelas digambarkan bahwa air itu menghidupi, dan memiliki air bersih setiap hari untuk mandi, minum dan sebagainya merupakan sebuah kemewahan.

Jadi mari kita lihat kondisi hidup kita sekarang ini:

Jika kita memiliki akses untuk air bersih setiap hari,

bisa makan 2 kali sehari,

punya pakaian cukup untuk seminggu,

punya atap untuk menaungi,

itu sudah merupakan sebuah kemewahan.

Jika kita memiliki semua tersebut di atas tapi masih juga tidak mampu menabung sebagian dari gaji untuk diinvestasikan, something’s wrong with us. Something’s wrong with the way we live our life.

Saya akan menutup dengan kutipan dari Bill Gates, yang kontroversial tetapi menurut saya mengandung banyak kebenaran dari segi personal finance:

If you were born poor, it’s not your mistake.

If you die poor, it’s your mistake.


Apakah Anda sudah menonton film ini?
Hal-hal apa dalam hidup Anda yang tidak Anda sadari merupakan sebuah kemewahan?
Tinggalkan komentar di kolom di bawah.

Photo by Randy Fath on Unsplash

www.domainesia.com

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Weekly newsletter

Suntikan literasi keuangan (dan kehidupan) mingguan di tengah kesibukan Anda!